Duduk di atas sofa empuk dibaluti kulit sintetis sambil menikmati pahitnya latte sembari melihat drama yang ada di dunia maya. Tidak berniat untuk menulis hari ini, tiba-tiba muncul sebuah ide yang cukup menarik diriku untuk mengeluarkan iPad untuk mengulik hal yang cukup rumit untuk dibahas karena sebenarnya, cukup sulit untuk dijelaskan melalui kata-kata.
Sekilas melihat masa lalu, seseorang yang rapuh penuh dengan kebodohan, menjadikan dunia sebagai tersangka atas hal buruk yang terjadi di masa lalu. Tidak pernah terpikir sudah hampir 16 tahun telah berlalu, hidup dalam rasa bersalah, yang tidak akan pernah dapat kuperbaiki. Rasa bersalah terhadap seseorang yang sangat berharga di masa kecilku, yang cukup cepat untuk pergi, di saat Aku sangat membutuhkannya. Papa, orang penuh humor yang selalu membawa canda tawa di setiap pertemuan.
Penyesalan yang tidak akan pernah dapat kuperbaiki, penyesalan yang akan selalu ku ingat sampai akhir hidup. Rasa bersalah, yang mungkin, bagi orang-orang bukanlah hal yang besar, bukanlah hal yang perlu disesali. Memang benar, bukan hal yang besar, hanya sebatas kata-kata yang seharusnya lebih dulu kusampaikan kepadanya, namun saat itu rasa malu lebih besar untuk mengutarakannya, ketika waktu masih berdetak. “Aku sayang Papa”.
Bertemu dengannya beberapa hari yang lalu di alam bawah sadar ketika otak sedang berisirahat dari padatnya aktivitas. Tergambar jelas raut wajah dan senyum yang khas disertai dengan candaan gigi palsunya yang selalu mampu membuat Aku, dua orang saudariku dan Mama tertawa lepas. Berkumpul di meja makan menikmati santapan yang telah disiapkan Mama untuk membuat penuh perut yang meronta. Terasa oksigen kebahagiaan memenuhi ruangan, sungguh terasa nyata, walau Aku tahu, saat itu telah menjadi sebuah kenangan.
Pernah terpikir, mengapa harus Aku yang terpilih untuk merasakan ini, mengapa Aku harus tumbuh tanpa seseorang yang memiliki peran dalam membawaku ke dunia ini. Selalu membandingkan diri dengan orang lain, orang-orang di sekitar, yang terlihat berbeda, lebih bahagia. Rasa pedih dalam hati yang selalu muncul ketika melihat Mama, namun kagum dengan kegigihannya hingga saat ini, bertahan dari segala guncangan, membuat keluarganya tetap satu.
Pernah mengeluh dan bertanya ke orang terdekat, yang kehidupannya berbeda, yang tumbuh dengan sosok seorang Papa. Sungguh, yang kulihat dari kejauhan selama ini tidaklah seindah yang kubayangkan. Ada yang sudah tidak berkomunikasi hingga ada yang telah ditahap ‘benci’, dengan segala hal yang pernah terjadi sebelumnya. Pertanyaan yang selama ini duduk dalam pikiran seolah-olah diusir paksa oleh pengalaman-pengalaman orang-orang itu. Namun penyesalan tetap bertengger dengan tenang, kokoh, tersenyum, seakan tahu bahwa posisinya tidak akan tergantikan.
Penyesalan membuatku menjadi belajar, belajar untuk menghargai dan setidaknya berani untuk mengungkapkan perasaan sayang ke orang-orang terdekat, walau Aku tau, itu bukanlah hal yang mudah. Penyesalan tak akan pernah hilang, tak akan pernah pergi. Memaafkan diri sendiri atas penyesalan yang ada, melangkah perlahan ke depan, mengurangi penyesalan-penyesalan baru untuk muncul dalam hidup. Berhentilah untuk mencoba memperbaiki penyesalan, seolah-olah waktu mampu berjalan mundur.
“Loving someone is a precious moment, so tell them, before you can’t and regret appears”
HUEEE KENAPA BLOG NYA KALI INI SEDIHHH🥺
ReplyDelete❤️❤️
ReplyDeleteFeels so sad, but I believe your dad is proud of you now
ReplyDelete