Langsung ke konten utama

Motto


Kembali setelah menemukan café tenang dan unik untuk menulis. Menikmati alunan musik natal ditemani dengan rintikan hujan yang turun diluar jendela. Mencoba melihat balik hal yang terjadi di tahun ini. Penuh dengan kegembiraan dan kesedihan. Bertemu dengan beberapa orang ‘baru’ yang mewarnai hidup, pindah ke tempat bekerja yang baru, pergi berlibur bersama sahabat, pulang ke kampung halaman setelah beberapa saat menjalani hidup yang padat, merayakan pernikahan kakak kedua, dan ya, masih banyak lagi yang tak bisa Aku sebutkan satu persatu.

 

2022. Desember. Ya tahun 2022 akan segera berakhir. Mencoba menilai hal yang kulakukan. Mencoba membandingkannya dengan diriku di tahun lalu. Tentu banyak hal yang dapat kusyukuri, namun apakah Aku menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya? Apakah Aku lebih dapat ‘menikmati’ kehidupan? Apakah kehadiranku cukup berdampak bagi kehidupan orang lain? Mungkin beberapa dari kalian pernah memiliki pertanyaan yang sama, dan Aku tau, ini bukan hal yang mudah untuk dijawab. 

 

Berdampak. Tentu yang kumaksud adalah berdampak baik, bukan buruk. Sulit untuk dapat menilai apakah kehadiranku berdampak baik bagi kehidupan orang lain. Aku, bukanlah cenayang yang dapat mengetahui apa yang dipikirkan orang lain, bukanlah seseorang yang dapat merasakan apa yang orang lain rasakan. Namun setidaknya, Aku sudah mencoba menjadi ‘dampak baik’ bagi orang lain. Mencoba melakukan hal yang baik bagi orang lain, walau terkadang hal tersebut tidak selalu benar. 

 

Aku, yang selalu mencoba membuat orang lain bahagia, yang mencoba selalu ada bagi orang yang membutuhkan, terkadang tidak mendapatkan hal yang Aku inginkan. Disakiti oleh orang yang sudah coba Aku buat bahagia. Ditinggalkan pada saat Aku sangat membutuhkan mereka. Terdengar sangat tidak adil bagiku, ketika Aku selalu berusaha yang terbaik bagi orang lain, namun tidak diperlakukan dengan baik oleh mereka. 

 

Moto hidupku sebelumnya adalah “I will treat you like you treat me”. Namun seiring dengan bertambahnya usia, kupikir, moto itu tidak cukup baik untuk dijadikan pedoman. Apabila seseorang memperlakukanku dengan baik, Aku pun akan melakukan hal yang sama. Namun Aku sadar, tidak semua orang akan memperlakukanku dengan baik. Apabila mereka memperlakukanku dengan buruk, perlukah Aku memperlakukan mereka dengan buruk pula? Dan apabila mereka memiliki pedoman yang sama, bukankah hal tersebut akan selalu berulang tanpa akhir yang baik? 

 

Moto hidupku sekarang adalah “Do good and good will come to you, do what you love and love what you do”. Walau terkadang aku tidak diperlakukan dengan baik oleh orang lain, Aku tetap akan memperlakukan mereka dengan baik, karena Aku menyukainya. Melihat senyum dan tawa yang muncul dari orang yang kubantu, sangat membuatku bahagia. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Mendapatkan kebahagiaan dari hal yang kau lakukan untuk orang lain. Dan Aku percaya, apa yang kulakukan bagi orang lain, mungkin kelak akan kembali kepada diriku sendiri.

 

“Do good and good will come to you, do what you love and love what you do”

Komentar

  1. good motto! but sometimes motto is not what you need.

    BalasHapus
  2. Mosoooo sih, kebijakasanaan lao tse

    BalasHapus
  3. It's December effects absolutely that make us wiser, calmer with breeze windy and light rain 🤗😊

    BalasHapus
  4. Inspiring! Love your thoughts

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fake

Aku kembali, setelah lebih dari setahun aku tidak menulis. Duduk dengan pakaian yang cukup rapi, yang telah Aku prediksi sebelumnya, akan menjadi pakaian sehari-hariku dalam beberapa tahun ke depan. Deringan telefon dan hembusan angin AC telah menjadi makanan telingaku untuk beberapa bulan terakhir.    Aku, telah menjadi seseorang yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Pikiran-pikiran yang muncul dan hal-hal yang dihadapi pun berbeda. Aku tetaplah aku, seseorang yang selalu menyimpan segala sesuatu di dalam pikiran. Aku telah masuk ke sebuah lingkungan yang baru, disertai dengan orang-orang yang baru pula. Mulai mengetahui kehidupan yang sebenarnya. Aku mulai menelaah kebiasaan orang-orang yang baru, yang ada di sekitarku. Ada beberapa yang benar-benar sesuai dengan prinsip hidupku, ada pula yang tidak. Aku tidak membenci atau menyalahkan mereka, dan tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk menuntut mereka menjadi seseorang yang Aku inginkan.    Aku, telah terpecah menjadi beberapa

Adil

Adil. Bahagia. Mereka. Tenang. Bersyukur. Beberapa kata yang sering muncul dalam pikiranku akhir-akhir ini. Terlalu sibuk dengan hal yang sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang pekerja hingga tak lagi memiliki waktu untuk memikirkan kehidupan. Mencoba untuk terlihat baik-baik saja, walau pikiran ini sudah tak lagi mampu menampung. Mungkin ada beberapa orang yang sadar akan hal itu, tetapi Aku tetap mencoba untuk terlihat baik-baik saja.   Apakah kehidupan ini adil? Ada beberapa temanku yang berkata kehidupan ini adil, ada yang berkata tidak, ada pula yang tidak pernah berpikir akan hal ini, dengan segala cerita dibalik itu semua. Hampir mereka semua, termasuk Aku (di masa lalu), menilai keadilan hidup ini dengan membandingkan kehidupan yang dilukis orang lain. Dengan teman dekat, keluarga, tetangga, rekan kerja, penemu mobil listrik, bahkan burung-burung tanpa dosa yang terbang bebas di langit sore hari.    Keadilan bagimu dan bagiku adalah hal yang tidak dapat dibandingkan, bahkan

Penyesalan - 2

Duduk di atas sofa empuk dibaluti kulit sintetis sambil menikmati pahitnya latte sembari melihat drama yang ada di dunia maya. Tidak berniat untuk menulis hari ini, tiba-tiba muncul sebuah ide yang cukup menarik diriku untuk mengeluarkan iPad untuk mengulik hal yang cukup rumit untuk dibahas karena sebenarnya, cukup sulit untuk dijelaskan melalui kata-kata.    Sekilas melihat masa lalu, seseorang yang rapuh penuh dengan kebodohan, menjadikan dunia sebagai tersangka atas hal buruk yang terjadi di masa lalu. Tidak pernah terpikir sudah hampir 16 tahun telah berlalu, hidup dalam rasa bersalah, yang tidak akan pernah dapat kuperbaiki. Rasa bersalah terhadap seseorang yang sangat berharga di masa kecilku, yang cukup cepat untuk pergi, di saat Aku sangat membutuhkannya. Papa, orang penuh humor yang selalu membawa canda tawa di setiap pertemuan.   Penyesalan yang tidak akan pernah dapat kuperbaiki, penyesalan yang akan selalu ku ingat sampai akhir hidup. Rasa bersalah, yang mungkin, bagi oran