Skip to main content

Fake

Aku kembali, setelah lebih dari setahun aku tidak menulis. Duduk dengan pakaian yang cukup rapi, yang telah Aku prediksi sebelumnya, akan menjadi pakaian sehari-hariku dalam beberapa tahun ke depan. Deringan telefon dan hembusan angin AC telah menjadi makanan telingaku untuk beberapa bulan terakhir. 

 

Aku, telah menjadi seseorang yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Pikiran-pikiran yang muncul dan hal-hal yang dihadapi pun berbeda. Aku tetaplah aku, seseorang yang selalu menyimpan segala sesuatu di dalam pikiran. Aku telah masuk ke sebuah lingkungan yang baru, disertai dengan orang-orang yang baru pula. Mulai mengetahui kehidupan yang sebenarnya. Aku mulai menelaah kebiasaan orang-orang yang baru, yang ada di sekitarku. Ada beberapa yang benar-benar sesuai dengan prinsip hidupku, ada pula yang tidak. Aku tidak membenci atau menyalahkan mereka, dan tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk menuntut mereka menjadi seseorang yang Aku inginkan. 

 

Aku, telah terpecah menjadi beberapa versi, tergantung dengan siapa yang Aku temui, bagaikan kemampuan mimikri yang dimiliki oleh Bunglon, yang terkadang bisa menjadi hijau, merah, cokelat, tergantung dengan lingkungannya. Terkadang Aku berpikir, apakah ini yang dikatakan dengan fake? Apakah ini yang dikatakan dengan seseorang yang tidak memiliki jati diri? Tetapi Aku tidak menganggap diriku seperti itu. Menurutku, ini adalah fleksibilitas yang harus dimiliki oleh seseorang. Tidak semua orang dapat diperlakukan sama. Ada yang dapat diperlakukan seperti teman sebaya walau mereka lebih senior. Ada yang harus menggunakan bahasa formal ketika berbicara. 

 

Apakah kita harus menyukai semua orang yang kita temui, orang-orang yang sangat berbeda dengan prinsip yang selama ini kita pegang? Apakah kita harus berpura-pura untuk menyukai mereka? Menjadi seseorang yang sama sekali bukan diri kita? Apakah kita tetap harus menjadi diri sendiri? Tentunya ini adalah pertanyaan yang dapat dijawab oleh diri kita sendiri. Bagiku, dirimu adalah dirimu, diriku adalah diriku, kitalah yang memutuskan, bagaimana cara memperlakukan orang lain. 

 

Comments

  1. Setuju, kita harus menjadi seorang yang fleksibel tetapi tergantung kita berhadapan dengan siapa. Tidak fake dan menjadi diri sendiri adalah hal yang terbaik.

    ReplyDelete
  2. AGREE
    Mmg sulit untuk menjadi yg terbaik , tapi tetap haru mencoba menjadi diri sendiri 👍🏻👍🏻👍🏻

    ReplyDelete
  3. Chanchann.. be yourself aja tapi tetep liat sikon hehehe sesuau paragraf terakhir. Anw, Seneng akhirnya nemu orang yg doyan blogging juga! Di kantor keknya bru kamu. Gatau ding haha

    ReplyDelete
  4. lanjut terus menulisnya mas bro...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

2024

Selamat tinggal, 2023. Aku di sini, menulis sambil mencoba mengingat kembali hal yang terjadi. Tahun yang cukup melelahkan yang dipenuhi dengan canda tawa dan air mata. Bertemu dengan orang-orang baru, yang beberapa dari mereka telah menjadi cukup dekat denganku. Beberapa kali melakukan perjalanan ke negara-negara tetangga bersama dengan orang-orang terdekat. Segala hal tersebut kini telah menjadi kenangan, yang kuharap tentunya, tidak menghilang dari pikiranku.    Mengucapkan selamat datang kepada tahun yang baru, 2024, yang menurut beberapa orang, merupakan waktu untuk menjadi pribadi yang baru pula. Ada yang bertekad untuk melakukan sesuatu yang baru, dalam hal pekerjaan, kisah asmara hingga ada yang berencana untuk membuat usaha sendiri. Namun ada juga yang tetap melanjutkan rencana yang telah dibuat di tahun-tahun sebelumnya. Bagiku tahun ini adalah tahun dimana Aku akan mengambil langkah besar dalam hidup, yang mungkin tidak dimengerti sebagian orang. Tahun yang kuharap terjadi b

Friends

Kembali. Menulis di salah satu restoran yang berjarak kurang lebih dua jam dari Ibu Kota Jakarta. Menghampiri kedamaian alunan instrumental klasik dan gemercik air yang menenangkan. Udara malam yang semakin sejuk diiringi kodok yang berdengkang membuat suasana hati menjadi lebih tenang. Kembali menulis, bukan karena suatu kewajiban, namun kondisi hati dan pikiran yang mendukung untuk membagikan suatu ide yang mungkin dapat berdampak bagi orang-orang sekitar.   Terhanyut dalam lembaran salah satu  masterpiece  penulis terkemuka, Dale Carnegie, dengan judul " How to Win Friends and Influence People " yang sudah cukup banyak dikenal orang. Awalnya terlintas dalam pikiran ketika salah satu teman baik memberikanku buku ini, apakah Aku benar-benar butuh untuk membaca buku ini. Menurutku, sebagai orang dengan  introvert personality , Aku merasa tidak perlu lagi untuk memenangkan teman-temanku saat ini. Tidak juga pernah terlintas untuk memengaruhi orang lain dengan kehidupanku yang